Senin, 27 Januari 2014

Kisah Warga Selayar Bertahan 12 Hari di Laut

Dua belas orang awak kapal KM Tanadoang 04, yang hanyut dan terdampar di perbatasan Timor Leste, merasakan kuasa tuhan yang luar biasa. Mereka bisa bertahan hidup tanpa makan sampai delapan hari di laut, dan pantai yang sunyi.
Andi Intan, 47, bersama awak kapal lainnya, sebetulnya sudah pasrah saat sudah sepekan lebih terombang-ambing di atas kapal tanpa nakhoda, dan tanpa pertolongan. Mereka lemas, karena sudah dua hari mereka tidak makan. Air tawar untuk memasak nasi, dan buah pisang yang mereka makan selama lima hari terakhir, sudah habis. Namun, hari itu, 31 Desember 2013, semangat untuk hidup muncul, setelah melihat pulau dari kejauhan, di arah tenggara.

Hari itu, meskipun pulau sudah terlihat, kapal yang mereka tumpangi, KMN (Kapal Motor Nelayan) Tanadoang 04, tidak bisa digerakkan."Mesinnya rusak, dan sudah terendam air yang perlahan masuk akibat kapal bocor," tutur Intan kepada FAJAR, Jumat 24 Januari kemarin.


Angin yang berhembus dari barat, mendorong kapal tersebut mendekat secara perlahan. Sampai lima hari kemudian, kapal yang mereka tumpangi masih saja terombang-ambing di perairan sekitar pulau tersebut. Di hari itu, 4 Januari, dia dan beberapa awak kapal berpikir untuk membuat sebuah rakit.

"Kebetulan ada bambu di kapal, meskipun jumlahnya sedikit, hanya enam batang. Kita bikin rakit ukurannya 1x2 meter saat masih pagi-pagi, dan jeriken. Di saat siang, sekitar pukul 14.00 WITA, akhirnya kita gunakan. Cuma enam orang anak-anak, perempuan dan orang tua di atas rakit. Enam orang lainnya yang laki-laki dewasa, berenang mendorong rakit ke pulau," jelas Intan.

Enam dari 12 warga Selayar tersebut, yakni Mukhlis 58 (suami Intan), Lolo Gau 62, Daeng Majannang 54, Arsyad 41, Dumana 30, dan Dini 25, mendorong rakit. Sementara Andi Intan, bersama tiga anaknya, Asrul 8, Ma'rifat 7, dan Fitri 4, serta Salmawati 16, dan Lolo Gau 62, di atas rakit.

Empat dari 12 korban KMN Tanadoang yang masih remaja dan
anak anak, yakni Ma'rifat 7, Fitri 4, Salmawati 16, Asrul 8, berhasil
selamat dalam musibah kapal hanyut di Perairan Selayar. KMN Tanadoang
yang mereka tumpangi hanyut sampai 18 hari.

Waktu untuk mendorong rakit ke pulau itu memakan sampai 12 jam. "Kita sampai di pulau itu sudah sekitar pukul 02.00 WITA. Kami langsung bermalam di sana, di pinggir pantai," ujarnya. Keesokan harinya, seharian mereka berjalan menyusuri pantai pulau itu mencari pertolongan. Namun, tidak ada manusia lain yang mereka temukan. Beruntungnya, mereka menemukan air sungai yang tawar untuk diminum.

Di hari selanjutnya, 6 Januari, mereka berjalan kembali ke tempat semula. "Kita sempat menemukan pohon kelapa, yang buahnya kita makan dengan dipecahkan dengan batu," tutur dia. Di hari itu, mereka sudah tak mampu berjalan, kecuali tiga orang lelaki, yakni Lolo Gau, Arsyad, dan Dini.

"Ketiganya berangkat masuk hutan mencari orang. Alhamdulillah, mereka bertemu dengan warga asal Kupang, yang kebetulan ke pulau itu untuk mengumpulkan kayu. Namanya Erik. Dia bersama satu orang temannya bangun tenda di dalam hutan. Malam ketiga di pulau itu, kita bermalam di tendanya," jelas Intan, yang merupakan Kepala Sekolah SDI Tadu, Selayar itu.

Hari ketiga di pulau, mereka akhirnya dijemput oleh sejumlah warga dari Desa Uhak, sekira pukul 18.30 WITA, usai magrib, dengan menggunakan perahu jolloro. Pertolongan warga dari desa tersebut, datang setelah tiga rekannya bersama Erik, menemui Kepala Desa Uhak, setelah berjalan kaki menembus hutan, sekira enam jam. "Kita dijemput dengan perahu melalui jalur laut, karena sudah tidak bisa jalan," jelas dia.

Dua belas warga Selayar tersebut terdampar di pantai yang disebut dengan nama Serahatutun, di pulau Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya. salah satu barisan pulau terluar Indonesia, dan berbatasan dengan negara Timor Leste. Jaraknya sekira 240 mil dari pulau Kalotoa, Kabupaten Selayar daerah asal Andi Intan. Menurut warga Desa Uhak, banyak buaya dan ikan yang ganas, di pantai perairan tempat 12 warga tersebut terdampar.

"Tapi waktu kita naik rakit, airnya tenang, dan tidak ada apa-apa. Kita juga tak menyangka, bisa bertahan sampai sembilan hari tidak makan, kecuali air," jelas Intan. Warga di Desa Uhak kebanyakan bertani. "Kami sendiri bermalam di rumah Kepala Desa sekitar sepekan, sampai akhirnya, setelah cuaca membaik, kita diantar dengan perahu Jolloro ke Lurang, Kecamatan Wetar, untuk bisa naik kapal Ferry ke Kalabahi, Ibukota Kabupaten Alor," jelas Intan. Di Alor, kata dia, mereka dijemput oleh pejabat pemerintah Alor, BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah), KKSS (Kerukunan Keluarga Sulsel) di Alor.

Dua belas warga Selayar itu tak menyangka, mereka bisa terdampar hingga sejauh itu. Mukhlis, suami Intan, menceritakan, pada hari Senin pagi, 23 Januari lalu, dia dan tiga anaknya ingin berangkat dari Dusun Tadu, Desa Bonerate, Pulau Kalotoa, Kecamatan Pasilambena, menuju Benteng. Tidak ada perasaan aneh, cuaca dan ombak juga tenang. "Nanti setelah kapal sudah jalan satu jam, baru angin kencang, dan ombak tinggi. Akhirnya nakhoda sandar ke Pulau Karumpa," jelas pensiunan PNS itu. Selama di pulau itu, kata dia, angin kencang terus berlanjut. Akhirnya, 14 orang penumpang bersama nakhoda dan ABK kapal untuk kembali ke Dusun Tadu, Desa Bonerate. Saat kembali, merekas ebenarnya sudah hampir sampai di pulaunya, sekira pukul 20.00 WITA malam.

"Pulau sudah kelihatan dari jauh. Tapi mesin tiba-tiba mati dan rusak. Ombak juga terlalu besar," jelas dia. Akhirnya, nakhoda kapal, Abd Rajab, bersama seorang ABK, Jafar, turun dengan sampan untuk mencari bantuan di pulau. "Waktu itu, ada empat perahu jolloro yang datang untuk menolong, tapi ombak terlalu besar," jelas dia. Angin terlalu kencang, dan ombak yang tingginya sekira 5-6 meter, mendorong kapal menjauh. Warga yang menggunakan empat perahu jolloro tidak bisa menggapai, hingga akhirnya tak menemukan kapal beserta 12 penumpang tersebut. Menurut Mukhlis, selama lima hari, mereka makan seadanya, dengan nasi yang dimasak dengan air tawar di kapal. "Kita juga makan pisang, nanti enam hari kemudian, baru tidak makan. Ada teman yang memasak dengan air laut, tapi rasanya pahit, dan tidak bisa diminum," kata dia.
Para korban KMN Tanadoang yang terdampar di Pulau Wetar, saat
tiba di Selayar, dan langsung diterima di rujab Bupati Syahrir Wahab,
Senin 21 Januari lalu.
 Dua belas korban tersebut tiba di Selayar sejak Senin 20 Januari lalu, setelah melalui beberapa penerbangan dengan rute Kupang, Surabaya dan Makassar. Sesampai di Selayar, mereka diberi santunan uang tunai masing-masing Rp5 juga dari Bupati Syahrir Wahab bersama anggota DPR RI Emil Abeng. Pengalaman itu mungkin membuat Intan dan tiga anaknya trauma dengan laut. Namun, itu sekaligus membuktikan kuasa tuhan yang tak terkira.(Harian Fajar)

1 komentar:

  1. Gambling.com Casino - Jacksonville, TN Jobs - JDK
    JCMH has 구리 출장안마 733 원주 출장마사지 casino jobs available 안산 출장마사지 and is available for hire on JCMH's hiring page. JCMH casino careers 경산 출장샵 page. Job TitleCompany: 용인 출장샵 JCMH

    BalasHapus

Terima kasih telah berkomentar...