Sabtu, 18 Januari 2014

Sedikit Materi Dasar Tentang Menulis Berita yang Menarik




BEBERAPA orang mengibaratkan belajar menulis itu seperti belajar berenang atau mengendarai sepeda. Terkadang teorinya tidak penting untuk dipelajari. Anda tinggal “nyemplung” ke kolam, merasakan riak permukaan air, dan membuat tubuh terbiasa dan beradaptasi dengan sifat dasar air. Anda bahkan bisa berenang, menyelam, meskipun anda tetap tidak tahu menjelaskan secara detil, bagaimana anda bisa melakukannya.
            Mengemudikan sepeda juga tak butuh teori. Anda misalnya hanya sering bersepeda, melatih keseimbangan saat meniti jalan sambil mengayuh pedalnya, dan membiarkan insting dan tubuh anda beradaptasi dengan sifat dasar sebuah sepeda itu.
            Kesamaan paling penting dari dua hal tersebut, adalah, dibutuhkannya kesabaran dan ketekunan untuk mencobanya. Seorang jurnalis harus punya kemauan untuk selalu belajar dan memperbaiki penulisan berita secara terus menerus.


Menulis Sebagai Keterampilan

BICARA tentang menulis, sebagian berpendapat menulis itu adalah sebuah bakat. Sesuatu yang dibawa dari lahir. Tapi bukan berarti karena tidak punya bakat, lalu memilih tidak mau menjadi jurnalis atau penulis.
            Hanya sedikit orang yang terlahir dengan bakat menulis. Tapi semua orang bisa menulis. Mereka yang punya bakat kita sebut dengan penulis organik, yang memang mengisi hidupnya dengan menulis. Meluapkan rasa sedih dan bahagianya dalam tulisan. Mereka yang merasa, harinya belum sempurna jika menulis. Mereka yang tulisannya selalu mengalir jika dibaca.
             Sementara, mereka yang tak punya bakat menulis, tapi hari-harinya diisi dengan menulis, adalah penulis mekanik. Mereka yang tidak punya bakat, tapi secara kebetulan menjadi jurnalis, mahasiswa yang menulis makalah/skripsi, polisi yang menulis kronologis kejadian atau berita acara pemeriksaan (BAP), termasuk wartawan kampus.
            Dalam konteks ini, kemampuan menulis itu dominan didorong oleh keterampilan, ketekunan, pekerjaan, atau mungkin karena tekanan. Mereka yang menulis secara mekanik, bisa jadi mereka yang sesuai dijelaskan dalam training-training kepenulisan: menulis itu 99 persen keterampilan, ditambah satu persen bakat.
            Kesimpulannya, semua orang bisa menulis, apalagi jika hanya menulis berita.

Sebelum Menulis Berita:

1.      Bahan-bahan berita seharusnya sudah lengkap, dan memenuhi unsur 5W +1H.
2.     Kesimpulan anda terhadap permasalahan pokok yang anda temukan melalui proses reportase harus tuntas dan jelas.
3.     Jangan terpengaruh agenda setting narasumber maupun pihak-pihak yang ingin mengatur isi pemberitaan. Andalah yang paling berhak menentukan berita, sesuai agenda setting media anda. Anda harus yakin pada kesimpulan anda setelah mengkonfirmasi berbagai sumber yang berbeda-beda (tidak di pihak yang sama).
4.     Ingatlah untuk selalu berpijak pada nurani, dan prinsip-prinsip etika yang sudah anda pelajari dari orang tua dan guru anda. Berita itu memang diedit dan diperbaiki oleh redaktur. Namun, harus diperhatikan, sesungguhnya editor terbaik bagi seorang jurnalis adalah dirinya sendiri, dan hal itu ada dalam nuraninya.
5.     Biasakan untuk tidak menjustifikasi (memvonis) sesuatu berdasarkan opini pribadi. Cukup gambarkan apa yang anda simpulkan dari hasil-hasil wawancara, dan biarkan pembaca yang memberi justifikasi. Show it, don't tell!

Menulis Berita Straight News

Straight berarti lurus. Dalam konteks penulisan berita, straight adalah berita yang bersifat to the point. Tidak berbelit-belit, boros kata, dan langsung membicarakan pokok permasalahan. Sebagian besar berita-berita di media cetak dan online, menggunakan pola penulisan straight.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menulis berita:

1. Perbanyak menggunakan titik.

Lebih banyak titik, akan membuat jurnalis menghindari kalimat majemuk (khususnya majemuk campuran) yang jumlah kalimatnya terlalu banyak. Kalimat majemuk dengan pola yang rumit kerap membuat pengutaraan pikiran menjadi sulit dipahami.

Contoh kalimat majemuk:

"Mansyur (46), seorang warga Desa Gattareng, tewas bersimbah darah setelah ditikam oleh Anas, warga Desa Batuara, dengan tiga tusukan, gara-gara mansyur membawa kawin lari adik kandung Anas."

Jika memperbanyak titik, kalimatnya akan lebih mudah dipahami:

"Mansyur, 46, seorang warga Desa Gattareng, tewas bersimbah darah. Mansyur ditikam oleh Anas, warga Desa Batuara. Dada kiri Mansyur ditikam Anas dengan tiga kali tusukan. Penikaman itu dipicu oleh perbuatan Mansyur yang membawa kawin lari adik kandung Anas.

2. Banyak memakai titik juga membiasakan jurnalis menggunakan kalimat pendek.

3. Gunakan bahasa yang biasa dan mudah dipahami. Khalayak media massa:  pembaca surat kabar, pendengar radio, penonton televisi terdiri dari aneka ragam manusia dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang berbeda-beda. Minat perhatian, daya tangkap, dan kebiasaan mereka berbeda-beda. Maka tulisan harus sesederhana dan sejernih mungkin agar semuanya bisa memahami. Jika tulisan anda hanya dipahami oleh minimal manusia yang berpendidikan tinggi, bagaimana dengan mereka yg berpendidikan sekolah dasar, murid smp/sd, pebecak dst? Tapi jika tulisan itu minimal dipahami oleh siswa SMP, semuanya sudah pasti paham.

5. Gunakan bahasa dan kalimat aktif, bukan pasif. Contoh kalimat pasif: "Si Amat dipukul hingga babak belur oleh si Polan”. Tentu lebih baik jika “Si Polan memukul si Amat babak hingga belur”.

6. Menggunakan bahasa padat dan kuat. Singkat, dan tuturkan dengan tidak bertele-tele. Penulis atau wartawan muda seringkali suka terhanyut menulis dengan mengulangi makna yang sama dalam berbagai kata. Kata-kata yang dipakai seharusnya efisien dan seperlunya saja. Kembang-kembang bahasa harus dihindarkan.

Ada teman-teman aktivis mahasiswa yang menulis begini dalam pernyataan sikapnya, ketika berdemonstrasi:

Semangat egalitarianisme dan gerakan yang militansi itu akhirnya terpuput, lekang seiring waktu yang terus berjalan. Idealisme dan pergerakan mahasiswa di era kontemporer ini akhirnya semakin terkontaminasi oleh. Pusaran pragmatisme, materialisme, dan hedonisme. Olehnya itu, urgen untuk kembali melakukan sinkronisasi perjuangan mahasiswa kontemporer dengan era mahasiswa di waktu silam

7. Menggunakan logika yang kuat dan tersusun dengan baik.
8. Bijak melihat permasalahan.

Ragam Bahasa Jurnalistik

Menurut Slamet Soewandi, secara umum wacana dengan ragam bahasa jurnalistik memiliki ciri:

Singkat (penuturan yang tidak bertele-tele), padat (mengacu pada arti; sarat isinya), sederhana (tidak berbelit-belit), lancar (penuturan yang tidak tersendat-sendat, melainkan mengalir dengan enak), jelas (penuturan yang tidak menimbulkan multitafsir, (apalagi salah tafsir), lugas (tidak mengada-ada), menarik (tidak membuat bosan), baku (menurut kaidah yang berlaku), netral (tidak berpihak atau membedakan tingkatan, jabatan atau kedudukan orang).

            Perlu diketahui, bahwa yang membedakan ragam bahasa jurnalistik dengan ragam bahasa yang lain adalah dalam cara penggunaannya. Ragam bahasa jurnalistik digunakan untuk mengungkapkan hal-hal yang dialami, diketahui, dan dipikirkan oleh sebagian besar orang (Slamet Soewandi, 1996). Hal-hal itu berupa fakta (berita), pendapat (opini), dan pemberitahuan.

Beberapa kesalahan penulisan yang kerap dianggap biasa:

● "Nanti saya kirim email." Email dalam bahasa Indonesia berarti lapisan
gigi. Mengirim email, sebenarnya berarti mengirim lapisan gigi. Lebih tepat jika menggunakan "surat elektronik."

Kesalahan tata bahasa. Contohnya pada kalimat:

"Perkosa Gadis, Polisi Tangkap Sule," atau
"Dengan melaju kencang 70 mil perjam, mobil mogok ditabrak kereta api di jalur KA,"
atau lebih parah: 
"Dengan Mengenakan kebaya, Presiden SBY Menemani Ibu Ani Yudhoyono ke Kondangan."

Ini masuk dalam permasalahan Dangling Principle, atau persoalan tata bahasa yang sangat banyak dan sering dibuat wartawan, termasuk akademisi, bahkan sastrawan. Jika kalimatnya seperti di atas, pertanyaannya, siapa yang memperkosa? Kendaraan mana yang menabrak dan ditabrak? dan siapa yang mengenakan kebaya? seharusnya, "Dengan Mengenakan Kebaya, Ibu Ani Yudhoyono Menemani SBY ke Kondangan." Atau "Perkosa Gadis, Sule Ditangkap Polisi."

Penggunaan imbuhan ter- dan di-

Bocah SD Tewas Dilindas Truk

MAKASSAR--Seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Makassar, Noval, 27, tewas setelah dilindas mobil truk tronton di jalan Sultan Alauddin, 5 November. Menurut hasil penyelidikan polisi, Noval yang mengendarai motor jenis Yamaha Jupiter, awalnya ingin menyalip mobil truk yang melaju kencang. "Tapi tiba-tiba motornya oleng, dan korban kehilangan keseimbangan. Sementara mobil truk melaju kencang, dan pengemudinya tidak bisa lagi mengendalikan. Akhirnya dia dilindas," ujarnya.

Pertanyaannya, sudah betulkah judul "mahasiswa dilindas?" Mana yang lebih tepat, dilindas atau terlindas?
            Jurnalis kerap salah dalam memilih diksi antara kata berimbuhan di- atau ter-. Salah satu perbedaan fungsi dua imbuhan ini adalah, ter- digunakan untuk perbuatan yang tidak disengaja. Sedangkan di- digunakan untuk perbuatan disengaja. Ini berlaku untuk sejumlah kata kerja: terbakar-dibakar, tertembak-ditembak, terbunuh-dibunuh, tertabrak-ditabrak, dst.

Kata "Mengamankan". Wartawan terkadang langsung menulis hasil wawancara dengan polisi, tanpa meminta penegasan tentang maksud mengamankan itu. Polisi biasanya menggunakan kata mengamankan untuk menyita barang bukti, menangkap pelaku, menahan pelaku, atau memang mengamankan pelaku dari ancaman massa.

● "Saya bonceng dengan motorku ya..." Kata bonceng, dalam KBBI, berarti ikut naik (pada kendaraan roda dua). Orang yang membonceng, adalah orang yang menumpang di motor orang lain. Bukan orang mengemudikan motor.

● "Jam berapa sekarang?", seharusnya "Pukul berapa sekarang?" Pukul berbicara tentang saat, waktu; sekarang sudah pukul 12.00 WITA. Sedangkan jam berbicara ukuran waktu yang lamanya 1/24 hari (sehari semalam): "berapa jam waktu anda tidur?"

● Salah menempatkan koma. Contoh:

"Dua anak, lebih baik." Atau, "dua anak lebih, baik."

● Menggunakan kalimat ambigu pada judul. Contoh:

"Selamat Datang Bulan Juli”

Kalimat ini bisa berarti "selamat datang, bulan Juli", atau "Selamat datang bulan, Juli (nama orang)."

● Kesalahan Logika:

"Seorang Pria Tewas di Mampang Setelah Membusuk Dua Hari". Logika kita jadi terjungkir balik, karena ada orang yang 'membusuk dulu baru tewas'.

Ada juga yang menulis begini: "Mayat ditemukan tewas di kamar mandi."


***Materi disari dari berbagai pengalaman, artikel internet, dan mengutip kata teman sesama jurnalis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkomentar...