Senin, 27 Januari 2014

Melihat Aktivitas Cera Tasi di Pelabuhan Kassi, Kajang

armada kapal nelayan
Ritual Accera Tasi, dengan menenggelamkan sesajen di laut, menjadi cara para nelayan di Kecamatan Kajang, untuk bersyukur. Ritual tersebut dipercaya menolak bala, dan melanggengkan rezeki para nelayan di lautan.

Perairan sekitar pelabuhan Kassi, Kecamatan Kajang, menjadi ramai oleh kapal-kapal nelayan, Minggu 19 Januari 2014 lalu. Lebih dari 20 kapal nelayan dari pelabuhan kassi, berarak menuju tanjung Ujung Labbu, sekira satu mil ke arah selatan pelabuhan kassi.

Di dalam salah satu kapal nelayan yang mengangkut sesajen, dalam perjalanan ke tanjung itu, beberapa orang menabuh gendang, dan memukul gong. Tepat di ujung tanjung, sesajen ditenggelamkan ke dalam laut.

Cuaca terik, siang itu, tidak menyurutkan antusias para warga yang ikut berlayar melihat ritual bernama "accera' tasi" itu. Dalam ritual tersebut, warga menenggelamkan sesajen yang berupa songkolo (nasi dari beras ketan yang dikukus), pisang, dan jenis buah lainnya.



"Ritual ini kita lakukan sebagai bentuk kesyukuran, membangun silaturrahim antar nelayan dengan nelayan, antar nelayan dengan pengusaha, dan pemerintah," jelas salah satu warga yang menjadi panitia pesta adat ritual accera' tasi, Kamaruddin, kemarin. Dia menjelaskan, selain songkolo, dalam ritual tersebut, warga juga menenggelamkan kepala sapi, dan seeokor ayam.
warga saat menenggelamkan sesajen

Salah satu tokoh adat Kajang, Haji Mansyur Embas, menambahkan, ritual yang sudah dijalankan secara turun-temurun oleh warga Kajang tersebut dimaknai sebagai upaya untuk menghilangkan marabahaya di lautan.

"Menenggelamkan kepala sapi, dipercaya warga sebagai upaya untuk menjaga anugerah terus diturunkan. Sedangkan, ayam yang mewakili binatang unggas yang menguasai angkasa, juga dilepas dengan niat melepaskan marabahaya di kawasan laut ke angkasa," jelas Mansyur.

Mansyur menjelaskan, beberapa tahun lalu, ritual accera tasi (pemberian sesajen di laut), lebih dikenal dengan istilah mappanre tasi (memberi makan laut), dilakukan secara sendiri-sendiri oleh warga. "Belakangan, masyarakat sepakat, ritual ini dilakukan satu kali saja, dalam bentuk perayaan yang besar," jelas dia. Kemarin, selain melepas sesajen ke laut, warga yang hadir, bersama sejumlah pejabat Pemerintah Kabupaten, disuguhi hidangan makanan hasil laut.

Kamaruddin menjelaskan, perairan di Tanjung Ujung Labbu, merupakan tempat pertemuan arus dari selat Makassar dengan teluk Bone. "Pertemuan kedua selain Tanjung Bira. Di kawasan itu, kapal-kapal nelayan nenek moyang dahulu sering kecelakaan. Sehingga kita memilih kawasan perairan itu," jelas Kamaruddin.

Camat Kajang, Andi Buyung Saputra, menjelaskan ritual adat yang digelar setiap tahun tersebut baru digelar dengan lebih meriah. "Kita rencana membuat kegiatan ini menjadi lebih meriah di tahun-tahun depan. Kita menyusun konsep 'festival kebudayaan kajang', dengan menggabungkan ritual 'a'dingingi' di kawasan adat ammatoa. Jadi lebih meriah," jelas dia.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkomentar...