Rabu, 23 Maret 2011

Djirong Basang Daeng Ngewa, Ahli Lontara Bahasa Makassar yang Masih Tersisa (2)

yusran/fajar
Lazimnya orang hanya mengenal satu lontara. Padahal sesuai sejarahnya, ada tiga jenis aksara lontara; lontara kuno, baru, dan bilang-bilang. Setiap lontara punya kegunaan masing-masing. Seperti apa?
    Daeng Ngewa menjelaskan naskah-naskah kerajaan yang ditulis dengan aksara lontara kuno mungkin sudah tak tersisa. Meskipun lahir di Sulsel, namun tidak dilestarikan. "Semua naskah kerajaan yang ditulis dengan aksara lontara kuno itu ada di Belanda," katanya.
    Belanda memang banyak berkontribusi atas perkembangan kesusastraan dan lontara. Bahkan, perubahan dan pembakuan lontara kuno menjadi baru terwujud atas upaya seorang peneliti dan ahli bahasa asal Belanda, Dr Benjamin Frederick Matthes. "Matthes itu yang memperbaharui tulisan lontara hingga hurufnya lebih sederhana dan mudah ditulis dan dibaca," ujarnya.
Beberapa huruf lontara kuno  yang bentuknya mirip coretan yang tak berpola, dimodifikasi, dan disederhanakan, sehingga bentuknya lebih rapi dan memiliki pola. Jelasnya, bentuk huruf lontara baru, mengikuti pola anyaman daun lontar.
    Karena itu, Daeng Ngewa mempelajari bahasa Belanda karena lontara, khususnya lontara kuno, justru banyak dijelaskan dalam buku-buku berbahasa negara bekas penjajah Indonesia tersebut.
    Soal lontara bilang-bilang, Daeng Ngewa menjawab lontara jenis tersebut sudah tidak ditemukan lagi di Sulsel seperti halnya lontara kuno. Bilang-bilang dalam bahasa Makassar berarti angka atau hitungan. Disebut bilang-bilang karena bentuk huruf lontara tersebut lebih mirip angka.
    Untuk menemukan naskah-naskah kerajaan yang ditulis dengan lontara kuno maupun lontara bilang-bilang, jangan cari di Sulsel. "Semuanya lengkap di perpustakaan Leiden, Belanda," ujar Daeng Ngewa yang sudah berusia 79 tahun (bukan 89 tahun).
    Dia menceritakan kedatangan seorang peneliti dari AS, Anthony Jakes yang membawa sastra Makassar dengan huruf lontara Makassar kuno yang diambil dari perpustakaan Leiden pada  2003 silam. "Anthony ke sini mencari orang yang bisa menerjemahkan naskah itu. Dia ke Unhas, ke IKIP, tapi tidak ada yang tahu terjemahannya," ujarnya. Walhasil, oleh beberapa profesor bahasa di perguruan tinggi tersebut, Anthony diarahkan kepadanya.
    Daeng Ngewa menjelaskan raja-raja dulu telah menjual naskah-naskah kerajaan ke pemerintah Belanda. Penjualan naskah tersebut ada untungnya karena terjaga. "Pemerintah Belanda mengeluarkan dana yang banyak untuk menjaga naskah tua itu supaya tahan lama. Kertas-kertas kuno itu tahan sampai sekarang, karena pemerintah belanda punya obat pengawet yang bagus. Pemerintah Belanda punya surat-surat bukti pembelian. Jadi, Indonesia tidak bisa mengambilnya kembali," ujarnya.

Jika naskah tersebut disimpan di Sulsel, naskahnya mungkin sudah banyak yang lapuk. Itu soal naskah. Belum lagi para ahli lontara yang banyak menulis dan menjelaskan aksara tersebut agar bisa bertahan. Dia menduga sudah tidak ada lagi ahli lontara seangkatannya." Sejumlah nama besar, seperti Ince Husain Dg Parani, Nurung Daeng Tombong, Daeng Maggau, Abd Rahim Daeng Mone, yang dikenal ahli dalam lontara Makassar telah wafat. "Mereka itu guru saya. Sepertinya tinggal saya ini yang terkakhir," akunya.
    Bahkan, guru besar linguistik Prof Sugira Wahid, Prof Kadir Menyambeang yang juga pernah belajar padanya ini juga telah berpulang. "Banyak yang menulis buku tentang lontara, tapi isinya kebanyakan mengutip," ujarnya. Guru yang pernah mengajarkan bahasa daerah Makassar kepada orang-orang Amerika pada 1978-1990 ini mengaku, sering menemukan buku, maupun tulisan-tulisan tentang lontara, yang menjiplak karya-karyanya.
    Daeng Ngewa menghabiskan banyak waktunya dengan mempelajari berbagai hal tentang sastra. Selepas PGSLP (SMA), ia melanjutkan pendidikannya Universitas Hasanuddin dan memperolah predikat Sarjana Muda Bahasa Indonesia, tahun 1963. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikannya ke Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan atau IKIP.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkomentar...